- Kesko TT III/Siliwangi
Pada tanggal 16 April 1952,
Kolonel A.E.
Kawilarang mendirikan Kesatuan Komando Tentara Territorium
III/Siliwangi (Kesko TT). Ide pembentukan kesatuan komando ini
berasal dari pengalamannya menumpas gerakan Republik Maluku
Selatan (RMS) di Maluku. Saat itu A.E. Kawilarang bersama Letkol Slamet Riyadi (Brigjen Anumerta) merasa
kesulitan menghadapi pasukan komando RMS. A.E.
Kawilarang bercita-cita untuk mendirikan pasukan komando yang dapat
bergerak tangkas dan cepat.
Komandan
pertama saat itu adalah Idjon Djanbi.
Idjon Djanbi adalah mantan kapten KNIL Belanda kelahiran Kanada, yang memiliki nama asli Kapten Rokus Bernardus
Visser. Pada tanggal 9 Februari 1953,
Kesko TT dialihkan dari Siliwangi dan langsung berada di bawah Kepala
Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
- KKAD
Pada tanggal 18 Maret 1953
Mabes ABRI mengambil alih dari komando Siliwangi dan kemudian mengubah namanya
menjadi Korps Komando Angkatan Darat (KKAD).
- · RPKAD
Tanggal 25 Juli 1955
organisasi KKAD ditingkatkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat
(RPKAD), yang tetap dipimpin oleh Mochamad Idjon Djanbi.
Tahun 1959
unsur-unsur tempur dipindahkan ke Cijantung, di timur Jakarta. Dan pada tahun 1959 itu pula
Kepanjangan RPKAD diubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Saat itu organisasi militer itu telah dipimpin oleh Mayor Kaharuddin Nasution.
Pada saat
operasi penumpasan DI/TII, komandan pertama, Mayor
Idjon Djanbi terluka, dan akhirnya
digantikan oleh Mayor RE Djailani.
- · Puspassus AD
Pada tanggal 12 Desember 1966,
RPKAD berubah pula menjadi Pusat Pasukan Khusus AD (Puspassus AD).
Nama Puspassus AD ini hanya bertahan selama lima tahun. Sebenarnya hingga tahun
1963, RPKAD terdiri dari dua batalyon, yaitu batalyon 1 dan batalyon 2,
kesemuanya bermarkas di Jakarta. Ketika, batalyon 1 dikerahkan ke Lumbis dan
Long Bawan, saat konfrontasi dengan Malaysia, sedangkan batalyon 2 juga
mengalami penderitaan juga di Kuching, Malaysia. Personel nyata RPKAD saat itu
tak lebih dari 1 Batalyon, hal ini membuat komandan RPKAD saat itu, Letnan
Kolonel Sarwo Edhie -karena kedekatannya pribadi dengan Panglima Angkatan
Darat, Letnan Jenderal Ahmad Yani, meminta penambahan personel dari 2 batalyon
Banteng di Jawa Tengah. Saat menumpas DI/TII di Jawa Tengah, Ahmad Yani
membentuk operasi "Gerakan Banteng Negara" (GBN)yang sering disebut
Batalyon Banteng Raiders. Ahmad Yani menyanggupi dan memberikan Batalyon
441"Banteng Raider III", Jatingaleh, Semarang dan Batalyon Lintas
Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang. Melalui rekrutmen dan seleksi
latihan Raider di Bruno Purworejo dan latihan Komando di Batujajar maka
Batalyon 441 "Banteng Raider III" ditahbiskan sebagai Batalyon 3
RPKAD (Tri Budhi Maha Sakti) di akhir tahun 1963. Menyusul kemudian Batalyon
Lintas Udara 436 "Banteng Raider I", Magelang menjadi Batalyon 2
menggantikan batalyon 2 lama yang kekurangan tenaga di pertengahan 1965.
Perbedaan yang mencolok adalah prajurit RPKAD pada Batalyon-1 dan 2 awal di
Cijantung diambil dari seleksi anak-anak muda (sipil) sementara pada Batalyon-2
dan 3 seleksi prajurit RPKAD diambil dari prajurit "jadi" yang sudah
mempunyai "jam terbang" dan pengalaman dalam operasi - operasi
militer. Sedangkan Batalyon 454 "Banteng Raider II" tetap menjadi
batalyon di bawah naungan Kodam Diponegoro. Batalyon ini kelak berpetualang di
Jakarta dan terlibat tembak menembak dengan Batalyon 1 RPKAD di Hek. (Bekas
markas Yon-3 RPKAD kini digunakan sebagai Yon Arhanudse, Semarang. Bekas markas
Yon-2 RPKAD Magelang sekarang Rindan IV Diponegoro. Batalyon-454 berubah
menjadi Yonif-401/BR ( Banteng Raiders ) kini Yonif-400 Raider berkedudukan di
Srondol, Semarang).
- · Kopassandha
Tanggal 17 Februari 1971,
resimen tersebut kemudian diberi nama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).
Dalam operasi
di Timor Timur pasukan ini memainkan peran
sejak awal. Mereka melakukan operasi khusus guna mendorong integrasi Timtim
dengan Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1975,
pasukan ini merupakan angkatan utama yang pertama ke Dili. Pasukan ini
ditugaskan untuk mengamankan lapangan udara. Sementara Angkatan Laut dan
Angkatan Udara mengamankan kota. Semenjak saat itu peran pasukan ini terus
berlanjut dan membentuk sebagian dari kekuatan udara yang bergerak (mobile)
untuk memburu tokoh Fretilin, Nicolau dos Reis
Lobato pada Desember 1978. Prestasi yang
melambungkan nama Kopassandha adalah saat melakukan operasi pembebasan sandera
yaitu para awak dan penumpang pesawat DC-9
Woyla Garuda Indonesian Airways yang dibajak oleh lima orang yang
mengaku berasal dari kelompok ekstremis Islam
"Komando Jihad" yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, 28 Maret 1981.
Pesawat yang tengah menerbangi rute Palembang-Medan
itu sempat didaratkan di Penang, Malaysia dan akhirnya mendarat di Bandara Don Mueang,
Bangkok. Di bawah pimpinan Letkol Sintong Panjaitan, pasukan Kopassandha
mampu membebaskan seluruh sandera dan menembak mati semua pelaku pembajakan.
Korban yang jatuh dari operasi ini adalah Capa (anumerta) Achmad Kirang yang meninggal tertembak
pembajak serta pilot Kapten Herman
Rante yang juga ditembak oleh pembajak. Imran bin Muhammad Zein
ditangkap dalam peristiwa tersebut dan dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 1992
menangkap penerus Lobato, Xanana Gusmao,
yang bersembunyi di Dili bersama pendukungnya.
- · Kopassus
Dengan adanya
reorganisasi di tubuh ABRI, sejak tanggal 26 Desember 1986,
nama Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus yang lebih
terkenal dengan nama Kopassus hingga kini.
ABRI
selanjutnya melakukan penataan kembali terhadap grup di kesatuan Kopassus.
Sehingga wadah kesatuan dan pendidikan digabungkan menjadi Grup 1, Grup 2, Grup
3/Pusdik Pasuss, serta Detasemen 81.
Sejak tanggal 25 Juni 1996
Kopasuss melakukan reorganisasi dan pengembangan grup dari tiga Grup menjadi
lima Grup.
- Grup 1/Parakomando — berlokasi di Serang, Banten
- Grup 2/Parakomando — berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
- Grup 3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus — berlokasi di Batujajar, Jawa Barat
- Grup 4/Sandhi Yudha — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
- Grup 5/Anti Teror — berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
Detasemen 81, unit anti teroris Kopassus,
ditiadakan dan diintegrasikan ke grup-grup tadi. Sebutan bagi pemimpin Kopassus
juga ditingkatkan dari Komandan Kopassus yang berpangkat Brigjen menjadi Komandan Jendral (Danjen)
Kopassus yang berpangkat Mayjen bersamaan dengan
reorganisasi ini.
Sejarah Kopassus